Senin, 15 Agustus 2011

‘Deterjen’ ampuh penghancur dosa

Bulan suci Ramadhan seringkali disebut syahrul maghfirah, bulan ampunan. Alasannya, di bulan ini banyak amal shalih yang berkhasiat sebagai ‘deterjen’ yang ampuh mencuci noda-noda dosa dari tubuh kaum muslimin. Salah satunya adalah shaum Ramadhan. Rasulullah n mene¬gaskan bahwa shaum Ramadhan yang dilaku¬kan dengan benar akan menyapu bersih dosa-dosa sampai hilang tak berbekas.
Penjelasan Rasulullah n tersebut merupakan kabar gembira bagi umat Islam yang melaksanakan shaum Ramadhan. Umat Islam akan semakin ber¬semangat mengisi bulan penuh berkah ini dengan amalan-amalan yang diwajibkan dan disunah¬kan. Tujuan¬nya tentu saja mendapat lim¬pahan ampunan Allah l, sehingga mereka keluar dari bulan Ramadhan dalam keadaan suci, bersih dari noda-noda dosa.
Di dalam hadits yang shahih dijelaskan sebagai berikut,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ))
Dari Abu Hurairah a berkata: Rasulullah n bersabda: “Barangsiapa melakukan shaum Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosa kecilnya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no. 38, Muslim no. 760, An-Nasai no. 2170, Ibnu Majah no. 1631, dan Ahmad no. 7130)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ))
Dari Abu Hurairah a dari Nabi n bersabda: “Barangsiapa melakukan shaum Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosa kecilnya yang telah lalu dan dosa-dosa kecilnya yang akan datang.” (HR. Ahmad no. 8775. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyatakan sanadnya hasan. Al-Hafizh Zainuddin Al-‘Iraqi menyatakan sanadnya shahih)
Dalam hadits-hadits di atas, Rasulullah n mengaitkan pengampunan dosa-dosa orang yang shaum dengan dua syarat, yaitu iman dan ihtisab.

Syarat Pertama, Iman
Iman adalah meyakini kebenaran perintah dan janji pahala Allah. Artinya, ia mengimani bahwa shaum adalah perintah Allah l dan Rasul-Nya n, dan ia mengimani pahala yang telah dijanjikan oleh Allah l dan Rasul-Nya n.
Sebagai seorang muslim, sikap kita adalah sami’na wa atha’na (mendengar dan menaati) semua perkara yang telah ditetapkan Allah l dan Rasul-Nya, baik berupa perintah maupun larangan. Setiap perintah Allah l pasti memiliki maslahat di dunia dan akhirat. Allah l juga menjanjikan pahala yang besar di sisi-Nya kelak. Demikian pula, setiap larangan Allah SWt pasti mengandung madharat di dunia dan akhirat. Allah l juga mengancam dengan siksaan yang pedih jika larangan-Nya dilanggar.
Allah l berfirman,
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mumin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan perkara diantara mereka ialah ucapan ‘Kami mendengar dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur (24): 51)
“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan yang muminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab (33): 36)
Dengan adanya kesadaran, penghayatan, dan ketun¬¬dukan hati ini maka seorang muslim tidak akan ragu sedikit pun untuk mengerjakan perintah syariat dan meninggalkan larangan syariat. Ia akan ber¬¬usaha mengerjakan perintah syariat dengan sebaik-baiknya, meski terasa berat bagi hawa naf¬su¬nya. Ia akan meninggalkan larangan syariat dengan patuh, walau untuk itu ia harus mencam¬pakkan hawa nafsunya.
Dalam hadits shahih dijelaskan bahwa melaksanakan shaum Ramadhan adalah bagain dari iman kepada Allah l.
عن ابن عباس : (( إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ لَمَّا أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .. أَمَرَهُمْ بِالإِيمَانِ بِاللَّهِ وَحْدَهُ ، قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ ؟ قَالُوا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ، قَالَ : شَهَادَةُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامُ الصَّلاةِ ، وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ ، وَصِيَامُ رَمَضَانَ ، وَأَنْ تُعْطُوا مِنْ الْمَغْنَمِ الْخُمُسَ ))
Dari Ibnu Abbas bahwasanya rombongan utusan suku Abdul Qais datang kepada Nabi n …Maka Nabi n memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa. Beliau bertanya, “Tahukah kalian apakah beriman kepada Allah Yang Maha Esa itu?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau menerangkan: “Yaitu ber¬saksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bersaksi bahwa Muham¬mad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan kalian menyerahkan seperlima harta rampasan perang (suku Abdul Qais selalu berperang melawan suku musyrik Mudhar. Maka disyariatkan menyerahkan seper¬lima harta rampasan perang kepada baitul mal kaum muslimin, lihat QS. Al-Anfal (8): 41, -edt) (HR. Bukhari no. 53, Muslim no. 17, Abu Daud no. 4057, Tirmidzi no. 2536, An-Nasai no. 4945, Ahmad no. 2010, dan Ibnu Khuzaimah no. 1871)
Satu-satunya tujuannya adalah mengabdikan diri kepada Allah l. Ia meyakini sepenuhnya bahwa kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat hanya bisa diraih dengan totalias ketundukan kepa¬da syariatnya. Ia meyakini sepenuhnya bahwa buah ketaatan adalah ridha Allah l dan kenik¬matan abadi di surga-Nya. Imannya menum¬buhkan keya¬kinan yang mantap, tidak memberi ruang sedikit pun untuk ragu-ragu, menentang, atau menyimpang.
Allah l berfirman,
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah keten¬tuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah mema¬sukkannya ke dalam surga yang menga¬lir di dalamnya sungai-sungai, sedang mere¬ka kekal di dalamnya; dan itulah keme¬nangan yang besar.” (QS. An-Nisa’ (4): 13)
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. An-Nuur (24): 52)

Syarat Kedua, Ihtisab
Ihtisab adalah mengerjakannya semata-mata demi mengharap ridha Allah l dan pahala di sisi-Nya. Terkadang seseorang mengimani perintah Allah dan Rasul-Nya, namun ia mengerjakannya karena riya’, sum’ah, ujub, atau tujuan duniawi, sehingga perbuatannya tidak bisa disebut ihtisab.
Seorang muslim melakukan shaum Ramadhan semata-mata karena mengharap ridha Allah l dan janji pahala di sisi-Nya. Ia ingin termasuk hamba Allah l yang diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Ia berharap dapat mema¬suki surga dari pintu Ar-Rayyan. Ia berhasrat shaum¬¬nya menjadi perisai diri dari segala kemak¬siatan dan kebiasaan buruk. Ia menginginkan shaum menjadi pemberi syafa’at baginya di penga¬dilan akhirat kelak. Inilah landasan ia melakukan shaum, ihtisab lillahi ta’ala.
Seorang muslim tidak melakukan shaum karena ikut-ikutan dengan orang-orang di sekitarnya yang juga melakukan shaum. Ia tidak melakukan shaum agar dilihat dan dipuji sebagai orang shalih oleh orang-orang di sekitarnya. Ia tidak melakukan shaum karena hendak mem¬banggakan amalnya di hadapan orang lain. Ia tidak melakukan shaum agar mendapat keuntungan duniawi; THR (tunjangan hari raya), libur Rama¬dhan, pengurangan jam belajar-mengajar dan kerja, penghematan uang belanja, dan lain-lain.

Dosa Amblas Blas..blas..blas…
Jika dua syarat ini terpenuhi, maka shaum yang dilakukan oleh seorang muslim akan mem¬buahkan hasil yang indah di dunia dan akhirat. Keima¬nan, keshalihan, dan ketakwaannya akan meningkat. Setelah Ramadhan, ia menjadi orang yang lebih baik. Hubungan dengan Allah l akan lebih erat dan dekat. Kehidupannya juga lebih ber¬manfaat bagi sesama manusia. Ia seakan terlahir kembali. Kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini menjadi karakternya berhasil ia buang jauh-jauh. Kebiasaan-kebiasaan baik yang selama ini tidak pernah ia lakukan, kini menjadi menu amal harian¬¬nya. Ia benar-benar menunjukkan sosok hamba Allah yang telah dibersihkan dosa-dosanya. Ia sungguh memberi tauladan bagaimana men¬jalani lembaran kehidupan baru yang penuh dengan catatan kebaikan.

Apakah semua dosanya diampuni?

Sebagian orang menyangka bahwa hadits-hadits tentang shaum di atas menerangkan seluruh dosa orang yang shaum akan diampuni, baik dosa besar maupun dosa kecil. Anggapan demikian adalah keliru. Pendapat yang benar, dosa-dosa yang diampuni oleh amalan shaum adalah dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar harus dida¬hului oleh taubat nashuha, tidak cukup dengan shaum semata. Selain itu, ia juga harus merea¬lisasikan tauhid dan bersih dari syirik. Demi¬kianlah yang dijelaskan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih.
Allah l menjelaskan bahwa amalan yang diterima-Nya adalah amalan yang dilakukan oleh orang yang berislam, beriman, dan bertauhid. Sebanyak dan sebaik apapun amalan seorang hamba, jika dicampuri oleh kesyirikan atau keku¬furan, pasti akan ditolak oleh Allah l. Amalan¬nya akan sia-sia belaka, sedikit pun tidak ada nilainya di sisi Allah l.

Allah l berfirman tentang amal kebaikan orang-orang kafir,
“Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim (14): 18)
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila dida¬tanginya air itu dia tidak mendapatinya sesua¬tu apapun… Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atas¬¬nya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia tiada dapat meli¬hatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS. An-Nuur (24): 39-40)
Allah l berfirman tentang amal kebaikan orang-orang musyrik,
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am (6): 88)
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepa¬damu (Muhammad n) dan kepada (nabi-nabi) sebelummu: Jika kamu mem¬per¬sekutukan (Allah), niscaya akan hapus amal¬mu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar (39): 65)

Dalam hadits yang shahih juga disebutkan,
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : (( مَنْ لَقِيَ اللَّهَ لا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا يُصَلِّي الْخَمْسَ وَيَصُومُ رَمَضَانَ غُفِرَ لَهُ ، قُلْتُ : أَفَلا أُبَشِّرُهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : دَعْهُمْ يَعْمَلُوا ))

Dari Mu’adz bin Jabal a berkata: Aku mendengar Rasulullah n bersabda: “Barang¬siapa menghadap Allah l tidak menye¬kutu¬kan-Nya dengan sesuatu pun, menunaikan shalat wajib lima waktu, dan melaksanakan shaum Ramadhan, niscaya dosa-dosa (kecil) nya akan diampuni.” Mu’adz berkata: “Tidak¬kah sebaiknya aku mem¬beritahukan kabar gem¬bira ini kepada orang-orang?” Beliau men¬jawab, ”Biarkan saja mereka melakukan amal (shalih lainnya juga).” (HR. Ahmad no. 21253. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1315)

Demikian pula, dosa-dosa kecil bisa diha¬pus¬kan dengan amalan shaum apabila dosa-dosa besar terlebih dahulu ditinggalkan. Sebagai¬mana difir¬man¬kan oleh Allah l,
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu menger¬jakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa’ (4): 31)

Firman Allah l di atas ditegaskan ulang oleh Rasulullah n dalam hadits shahih berikut ini,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ : (( الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ ))

Dari Abu Hurairah a bahwasanya Rasulullah n bersabda, “Shalat wajib lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya, (shaum) Ramadhan ke (shaum) Ramadhan berikutnya akan menghapuskan dosa-dosa (kecil) di antara rentang waktu tersebut, jika ia men¬jauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233, Tirmidzi no. 198, Ibnu Majah no. 1076, dan Ahmad no. 7089)

Kesimpulan
Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih di atas bisa disimpulkan bahwa shaum Rama¬dhan merupakan amalan yang dapat meng¬hapuskan dosa-dosa kecil yang telah lalu dan dosa-dosa kecil yang akan datang, apabila telah ter¬penuhi beberapa syarat berikut:
1. Pelakunya adalah seorang muslim yang beriman dan bertauhid, bersih dari dosa kufur dan syirik.
2. Ia melakukan shaum karena ikhlas mencari ridha Allah semata dan sebagai bentuk per¬wujudan iman kepada-Nya.
3. Ia menjauhi dosa-dosa besar.
Semoga kita termasuk golongan umat Islam yang memenuhi syarat-syarat ini, sehingga Allah l berkenan menghapuskan dosa-dosa kecil kita yang telah lalu dan yang akan datang. Amin.

Wallahu a’lam bish-shawab.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogroll

Total Tayangan Halaman

Jam

Inspirasi Anak Muda Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template